Senin, 16 Juli 2012

Diantara "Kesalahan" Orang Yang Baru Ngaji


Kami sempat melakukanya di awal-awal kami mengenal dakhwah ahlus sunnah wal jama’ah karena kebodohan kami akan ilmu. Kemudian kami ingin membagainya supaya ikhwan-akhwat bisa mengambil pelajaran dan mengingatkan mereka yang telah lama mengenal anugrah dakwah ahlus sunnah khususnya  kami pribadi. Beberapa hal tersebut ada sepuluh berdasar pengalaman kami:
1.      Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa karena sudah merasa mengenal Islam yang benar.
2.      Terlalu semangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain.
3.      Kaku dalam menerapkan ilmu agama padahal Islam adalah agama yang mudah.
4.      Keras dan kaku dalam berdakwah.
5.      Suka berdebat dan mau menang sendiri bahkan menggunakan kata-kata yang kasar.
6.      Menganggap orang di luar dakwah ahlus sunnah sebagai saingan bahkan musuh.
7.      Berlebihan membicarakan kelompok tertentu dan ustadz/ tokoh agama tertentu.
8.      Tidak serius belajar bahasa arab.
9.      Tidak segera mencari lingkungan dan teman yang baik.
10.  Hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang yang shalih serta tenggelam dengan kesibukan dunia.

Kemudian kami coba jabarkan satu-persatu.
1. Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa karena sudah merasa mengenal Islam yang benar
Ketika awal-awal mengenal dakwah ahlus sunnah bisa jadi ada rasa bangga dan sombong bahwa ia telah mendapat hidayah dan merasa ia sudah selamat dunia-akherat. Padahal ini baru saja fase yaqzhoh [bangun dari tidur], awal mengangkat jangkar kapal, baru akan mulai mengarungi ilmu, amal, dakwah dan bersabar di atasnya.
Ingatlah, janganlah kita menganggap diri kita akan selamat dari dosa dan maksiat hanya karena baru mengenal dakwah ahlus sunnah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)
Muhammad bin Ya’qub Al-Fairuz Abadi  rahimahullah menukil penafsiran Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang ayat ini:
فَلَا تبرئوا أَنفسكُم من الذُّنُوب {هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقى} من الْمعْصِيَة وَأصْلح
“Jangan kalian membebaskan diri kalian dari dosa dan Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa/takut dari maksiat dan membuat perbaikan” [Tanwirul Miqbaas min tafsiri Ibni Abbaas 1/447, Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Libanon, Asy-Syamilah]
Seharusnya jika kita menisbatkan pada dakwah salafiyah maka ingatlah pesan salaf [pendahulu] kita yaitu sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
لو تعلمون ذنوبي ما وطئ عقبي اثنان، ولحثيتم التراب على رأسي، ولوددت أن الله غفر لي ذنبا من ذنوبي، وأني دعيت عبد الله بن روثة. أخرجه الحاكم وغيره
Kalau kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak akan ada dua orang yang berjalan di belakangku dan sungguh kalian akan melemparkan tanah di atas kepalaku, dan aku berangan-angan Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil Abdullah bin Kotoran.” (HR.Hakim dalam Al-Mustadrok 3:357, no 5382, Ibnu Abi Syaibah  dalam Mushonnaf 7:103, no 34522dan Al-Baihaqi  dalam Syu’abul Iman 1: 504, no 848, shahih)

2.Terlalu semangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain
Semua ikhwan-akhwat baru “ngaji” pasti semangat menuntut ilmu, karena banyak ilmu agama yang selama ini mereka yakini kurang tepat dan mereka dapatkan jawabannya dalam manhaj dakwah salafiyah yang ilmiyah. Akan tetapi ada yang terlalu semangat menuntut ilmu sampai lupa kewajibannya. Contoh kasus:
-          Ikhwan kuliah di kampus, ia diberi amanah oleh orang tuanya untuk belajar di kota A, menyelesaikan studinya, pulang membawa gelar dan membahagiakan keduanya. Kedua orang tua bersusah payah membiayainya. Akan tetapi ia sibuk belajar agama di sana – di sini dan lalai dari amanah orang tua yang WAJIB juga ditunaikan. Nilainya hancur dan terancam Drop Out. Tentu saja orang tuanya bertanya-tanya dan malah menyalahkan dakwah salafiyah yang ia anut. Ia pun tidak menjelaskan dengan baik-baik kepada kedua orang tuanya.
-          Seorang suami yang sibuk menuntut ilmu agama dan menelantarkan istri dan anaknya. Melakukan safar tholabul ilmi ke berbagai daerah, langsung membeli kitab-kitab yang banyak dan mahal. Padahal ia agak kesusahan dalam ekonomi dan tidak memberikan pengertian kepada istri dan anak-anaknya.
Kita seharusnya memperhatikan firman Allah:
وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am: 141). Artinya, mempelajari ilmu juga harus bisa memperhatikan kewajiban lainnya, yaitu kewajiban bakti pada orang tua dan memberi nafkah pada keluarga. Dan jika kita perhatikan, orang-orang seperti ini hanya [maaf] “panas-panas tahi ayam”. Semangat hanya beberapa bulan saja setelah itu kendor bahkan futur [malas dan jenuh].

Rabu, 11 Juli 2012

Menjadi Biker atau Pengendara Yang Baik


Apa yang paling dibenci oleh masyarakat kepada Polisi?
“Saat ditilang pak!”
Ya! Masih banyak masyarakat Indonesia yang menjawab demikian.
Oleh karena itu pada kesempatan yang berbahagia ini, kita akan membahas topik tentang tilang agar tidak salah kaprah apabila rekan-rekan ditilang oleh Polisi lalu lintas.
Namun sebelumnya perkenankanlah kami membuka ingatan para pembaca tentang Maqashid Asy Syarilah. Diantara maksud-maksud atau tujuan disyariatkannya ajaran Islam adalah dalam Islam hal yang dianggap dharuri dan harus dijaga atau dipelihara secara hirarkis ada 5 macam:
a)      Agama (الدين)
b)      Jiwa (النفس)
c)       Akal (العقل)
d)      Keturunan atau kehormatan (النسل او العرض)
e)      Harta (المال)
Islam datang untuk menjamin terpeliharanya lima hal yang primer (الضرورية الخمس)tersebut. Untuk itulah syara’ (agama) memberi aturan-aturan yang berkaitan dengan penjagaan lima hal primer ini, seperti Kewajiban jihad, larangan membunuh, larangan minum miras, perintah menikah, larangan berzina, larangan mencuri, larangan membahayakan diri atau orang lain dan lain sebagainya.
Segala aturan dan hukum yang masuk kategori dharuriyyat ini sama sekali tidak boleh diabaikan dan harus dipatuhi, kecuali dalam kondisi jika dilaksanakan maka akan dapat merusak ketentuan yang yang lebih tinggi dan lebih penting darinya. Sebagai contoh seorang muslim dilarang membunuh siapapun, muslim atau non muslim, namun larangan itu dapat gugur dan tidak berlaku jika dalam peperangan untuk mempertahankan agama. Contoh lain, mempertahankan harta dari perampok itu harus, tapi jika dikhawatirkan akan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar, seperti akan terjadi pembunuhan, maka melepaskan harta lebih diutamakan dari pada mempertahankannya.
Juga contoh yang berkaitan dengan artikel kami saat ini adalah, dilarang membahayakan diri ataupun orang lain dalam berjalan atau berkendara di jalan raya. Yaitu kewajiban kita mematuhi rambu-rambu lalu lintas untuk menjaga jiwa kita dan orang lain dari kecelakaan.
Mulai Januari 2010 lalu, UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 telah efektif berlaku, menggantikan UU Nomor 14 Tahun 1992. Banyak peraturan baru yang harus dicermati jika tak mau disemprit ketika berkendara. Sebab, hingga saat ini tak sedikit yang tak mengetahui aturan-aturan baru yang diberlakukan UU ini. Sanksi pidana dan denda bagi para pelanggarnya pun tak main-main. Jika dibandingkan UU yang lama, UU Lalu Lintas yang baru menerapkan sanksi yang lebih berat. Berikut ini beberapa hal yang sebaiknya diketahui oleh para pengguna kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat/lebih:

• Kenakan Helm Standar Nasional Indonesia (SNI)
Jangan lagi kenakan helm batok. Gunakanlah helm SNI. Selain karena alasan keselamatan, menggunakan helm jenis ini sudah menjadi kewajiban seperti diatur dalam Pasal 57 Ayat (2) dan Pasal 106 Ayat (8). Sanksi bagi pelanggar aturan ini, pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 (Pasal 291). Sanksi yang sama juga akan dikenakan bagi penumpang yang dibonceng dan tidak mengenakan helm SNI.

• Pastikan Perlengkapan Berkendara Komplet
Bagi para pengendara roda empat atau lebih, coba pastikan kelengkapan berkendara Anda. UU Lalu Lintas No 22 Tahun 2009, dalam Pasal 57 Ayat (3) mensyaratkan, perlengkapan sekurang-kurangnya adalah sabuk keselamatan, ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, helm, dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat/lebih yang tak memiliki rumah-rumah dan perlengkapan P3K. Bagaimana jika tak dipenuhi? Sanksi yang diatur bagi pengendara yang menyalahi ketentuan ini akan dikenakan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000, seperti diatur dalam Pasal 278