Pada
dasarnya umat manusia menginginkan perubahan dalam hidupnya. Baik secara individual maupun kolektif. Dan
ajaran Islam memberikan konsep yang jelas untuk mencapainya. Yakni perubahan
menuju kehidupan yang lebih baik dari hari ini. Kondisi ke arah itu hanya dapat
dilakukan melalui penataan dakwah dengan sebaik-baiknya.
Upaya untuk mencapai perubahan
umat ini, dakwah tidak dapat mengandalkan kekuatan di luar kemampuan manusia. Sekalipun
orang beriman mengakui adanya kekuatan-kekuatan di luar kemampuan manusia yang
dapat mempengaruhi kekuatan dirinya.
Untuk meraih terwujudnya cita-cita
perjuangan dakwah, kontribusi aktivis dakwah menjadi kunci utamanya. Dengannya
kemudahan-kemudahan dakwah akan datang menyertai perjuangan mulia tersebut. Sehingga
kontribusi dalam dakwah merupakan suatu tuntutan atau keniscayaan.
Kontribusi Dakwah Merupakan
Keniscayaan Dalam Perjuangan
Kontribusi dalam dakwah adalah
memberikan sesuatu baik jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang
dipunyai oleh seseorang untuk sebuah cita-cita. Ini menjadi bentuk
pengorbanan seorang kader terhadap dakwah. Perjuangan dan pengorbanan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan.
Kontribusi dakwah, besar atau
kecil memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menegakkan Islam. Melalui
pengorbanan, bangunan ini dapat berdiri tegak dari komponen satu sama lain baik
besar ataupun kecil. Demikian pula kedudukan status sosial seseorang yang
dipandang rendah tatkala memberikan pengorbanannya maka ia sama kedudukannya
dengan yang lain bahkan mungkin lebih tinggi lagi.
Untuk
Meraih Pertolongan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala.
Meskipun
orang yang beriman meyakini bahwa pertolongan Allah pasti akan datang, tetapi
pertolongan-Nya tidak boleh diartikan sebagai sebuah ‘keajaiban dari langit’ yang datang dengan tiba-tiba dan begitu
saja. Sekalipun hal itu bisa saja terjadi menurut kehendak Allah Subahanahu Wa
Ta’ala.
Namun
pertolongan Allah itu harus diartikan sebagai respon-Nya terhadap upaya-upaya
yang dilakukan oleh para hamba-Nya dalam memberikan perhatian dan
pengorbanannya kepada dakwah. Firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala., “Jika kamu menolong (agama) Allah
niscaya Allah akan menolong kamu dan meneguhkan langkah-langkah kamu.”
(Muhammad: 7)
Oleh
karena itu, untuk meraih pertolongan Allah, perlu mencari penyebab datangnya.
Salah satu yang melatarbelakanginya adalah dengan memberikan kontribusi
terhadap dakwah ini. Apalagi di saat dakwah ini menghadapi rintangan dari
musuh-musuhnya. Situasi
seperti inilah kontribusi aktivis dakwah dapat menjadi pintu untuk
pertolongan-Nya. Terlebih-lebih dalam situasi yang pelik dan terjepit. “Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
“Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah
itu amat dekat”. (Al-Baqarah: 214)
Karakter Aktivis Dakwah
Dalam kaedah syair Bahasa Arab
dikatakan bahwa, ‘Fain faqadu syaian lam yu’thi.‘ Siapa yang tidak
punya, maka ia tidak akan dapat memberikan sesuatu. Maka mungkinkah seseorang
akan memberikan kontribusinya sementara dirinya tidak memiliki apa-apa. Mereka
yang tidak bisa memberikan pengorbananan apa-apa sepantasnya merasa malu. Karena
telah banyak kebaikan Allah Subahanahu Wa Ta’ala pada kita. Oleh sebab itu
seorang aktivis dakwah perlu mengetahui apa
yang ia punyai.
Kaum yang beriman, khususnya
aktivis dakwah, tidak boleh bakhil. Kontribusi apapun, yang telah ia tunaikan
akan sangat bermanfaat bagi dakwah ini. Kemanfaatan pengorbanan itu hanya ada
pada saat kehidupan di dunia ini baik bagi orang lain terlebih lagi bagi
dirinya sendiri. Setelah mati, tidak ada sesuatu pun yang bisa diberikan oleh
manusia untuk menambah timbangan kebaikannya di alam barzah kelak.
Karenanya, karakter aktivis dakwah yang sesungguhnya adalah berwatak
merasa ringan untuk berkorban terhadap dakwah. Tidak ada sesuatupun yang
merintanginya untuk berkorban. Ia cepat merespon tuntutan kebutuhan dakwah ini.
“Hai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah
berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang
setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan
dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan
kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu
mereka menjadi orang-orang yang menang”. (Ash-Shaff: 14)
Kelangsungan
Dakwah
Memang
kelangsungan dakwah ini telah mendapatkan jaminan dari Allah Subahanahu Wa
Ta’ala. (At-Taubah: 40).
Akan tetapi ia juga berhubungan dengan kontribusi dakwah. Ia ibarat tetesan
darah yang memperpanjang usia perjalanan dakwah ini. Oleh karenanya pengorbanan
aktivis terhadap dakwah menjadi sangat vital.
Dakwah bisa terus berjalan atau
mandeg lantaran pengorbanan aktivisnya. Mereka yang terdepan dalam memberikan
kontribusinya, merekalah yang menjadi pelangsung dakwah. Sebaliknya mereka yang
tidak berada pada barisan ini, menjadi penyebab mandul atau matinya dakwah. Karena
mereka tidak memberikan pengorbanan, Allah Subahanahu Wa Ta’ala akan
menggatikannya dengan aktivis yang lainnya. Hal itu terjadi untuk
mensinambungkan gerak perjalanan dakwah.
“Ingatlah, kamu ini orang-orang
yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu
ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir
terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah
orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan
mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu
(ini)”. (Muhammad: 38)
Adapun kontribusi yang dapat
diberikan seorang aktivis sangat banyak, karena seluruh potensi yang dimiliki
dapat disumbangkan untuk dakwah. Untuk memudahkan kita memahami kontribusi
dalam dakwah ini, al-atha’ ad-da’awy diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Al-Atha’ Al Fikry (Kontribusi
Pemikiran)
Jiwa
dari perjuangan da’wah adalah kontribusi pemikiran karena nilai-nilai Islam
hidup bersama hidupnya pemikiran Islam di tengah-tengah umat. Umat ini tidak
boleh sepi untuk mendayagunakan pemikirannya. Agar menghasilkan solusi yang
telah diberikan Islam.
Ajaran
Islam mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi umat
manusia dari berbagai zaman dan peradaban. Dan solusi yang diberikan mencakup
berbagai aktifitas kehidupan manusia.
Kontribusi
kaum muslimin dalam bidang pemikiran akan melahirkan sebuah tsaqafah
(intelektualitas) dan hadlarah (peradaban) Islam, sebagaimana yang
pernah ditunjukkan dalam sejarah peradaban manusia sejak masa Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wa Salam. sampai dengan pemerintahan Islam sesudahnya. Karena dari sikap inilah muncul
kreativitas dan inovasi baru dalam kehidupan ini. Dengan terbiasanya berpikir
untuk dakwah maka mereka akan terbiasa melahirkan sesuatu yang belum dipikirkan
orang lain. Sehingga manajemen modern sedang menggalakan umat manusia untuk
senantiasa berbuat sebelum orang lain sempat berpikir. Hal itu terjadi apabila
kita terbiasa berpikir cepat dari yang lainnya. Karenanya seorang aktivis dakwah tidak boleh miskin ide dan gagasan
apalagi kikir untuk dikontribusikan terhadap dakwah.
2.
Al-Atha’ Fanny (Kontribusi Keterampilan)
Keterampilan
merupakan anugerah mahal yang diberikan Allah Subahanahu Wa Ta’ala. kepada
manusia. Skill ini akan
menjadi kekayaan yang tak ternilai. Keterampilan ini dapat pula menjadi
eksistensi manusia itu sendiri. Bahkan Allah sangat menghargai keterampilan
yang dapat menghantarkannya ke jalan-Nya yang paling baik. Yakni skill yang
dapat berguna untuk kepentingan dakwah. Untuk kepentingan inilah skill tersebut
mendapatkan penghargaan di sisi Allah Subahanahu Wa Ta’ala.
“Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang
berbuat menurut keadaannya masing-masing.’ Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa
yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra’: 84)
Sesungguhnya semua skill yang
dimiliki seseorang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap dakwah. Kemenangan
dakwah dalam sepanjang sejarah juga diwarnai oleh keterampilan dari para
pahlawan Islam. Ada yang mahir menunggang kuda dari balik perut kuda hingga
bisa membuka benteng musuh. Ada yang terampil menggunakan pedangnya hingga
tampak bagai tarian dan masih banyak lagi yang lainnya. Karena itu para
pengemban risalah dakwah ini mendorong umatnya untuk turut serta dalam
mendayagunakan keterampilannya bagi kemenangan dakwah.
“Katakanlah: ‘Hai kaumku,
bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka
kelak kamu akan mengetahui.’” (Az-Zumar: 39)
3.
Al-Atha’ Al-Maaly (Kontribusi Materi)
Kontribusi materi merupakan
kekuatan fisik dari dakwah karena ia akan menggerakkan jalannya perjuangan ini.
Berbagai sarana perjuangan diperlukan dan harus diperoleh melalui penyediaan material dan finansial. Oleh karena itu
berbagai persiapan dalam hal ini diperintahkan Allah Subahanahu Wa Ta’ala.
sebagaimana firman-Nya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan
apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan
orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah
mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalas dengan cukuop kepadamu dan kamu tidak akan dianaiaya (dirugikan).”
(Al-Anfal: 60)
Para sahabat telah menunjukkan betapa perjuangan dakwah
harus diikuti oleh perjuangan mengorbankan harta, bahkan kadangkala dalam
jumlah yang tiada taranya. Abu Bakar Shiddiq adalah sahabat yang rela
mengorbankan seluruh harta miliknya di jalan Allah, sedangkan Utsman bin Affan
yang kaya raya itu juga sangat luar biasa tanggung jawabnya dalam persoalan
kontribusi material ini. Ketika pada masa Khalifah Umar bin Khattab terjadi
musim paceklik Utsman menyumbangkan gandum yang dibawa oleh seribu ekor unta.
Perjuangan
yang dihidupkan tidak hanya dengan semangat dan pemikiran, tetapi juga dengan
dukungan materi yang kuat, akan mampu mengimbangi dengan musuh-musuh yang
seringkali memiliki sarana yang lengkap dan hebat. Perhatian dalam hal ini
adalah sebuah kewajiban yang asasi karena ini merupakan tuntutan sunatullah.
4.
Al-Atha’ An-Nafsy (Kontribusi Jiwa)
Kontribusi
jiwa (nafs) dapat berbentuk pengorbanan untuk menundukkan
dorongan-dorongan nafs-nya yang memerintahkan kepada fujur
dan menyerahkannya kepada ketakwaan. Sesungguhnya ini adalah kontribusi yang
mendasari seluruh kontribusi lainnya. Seorang harus mengatasi
keinginan-keinginan untuk membesarkan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum
mau berkorban bagi pihak lain. Ia harus membebaskan dirinya dari sifat bakhil
yang mengungkung jiwanya baik dalam aspek material maupun non-material.
Kontribusi
terbesar diberikan seseorang kepada dakwah apabila ia rela tidak saja
menundukkan jiwa kebakhilannya, tetapi bahkan melepas jiwanya itu sendiri dari
badannya demi perjuangan dakwah. Inilah cita-cita terbesar dari seorang pejuang
dakwah yang diikrarkannya tatkala ia mulai melangkahkan kakinya di jalan
dakwah: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan
harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan AlQur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 111).
Termasuk
dalam kontribusi jiwa ini adalah kontribusi
waktu (al waqt) dan kesempatan (al furshokh) yang
dimiliki seseorang dalam perjalanan kehidupannya. Waktunya tidak akan dibelanjakan kepada
hal-hal yang tidak memiliki aspek kedakwahan. Ia juga tidak akan menciptakan
atau mengambil kesempatan-kesempatan dalam kehidupannya kecuali yang bernilai
akhirat.
Kiat untuk dapat memberikan
kontribusi dakwah
Untuk
dapat mendorong dirinya memberikan kontribusinya dalam dakwah, aktivis dakwah
perlu mengupayakan kiat-kiat jitu dalam berkorban. Pertama, biasakan diri untuk memberikan kontribusi
setiap hari meskipun dalam jumlah yang kecil. Sedapatnya bisa berkorban baik
harta, waktu, dan tenaga setiap hari, pekan ataupun waktu-waktu lainnya. Kalau
perlu dengan ukuran yang jelas, misalnya satu hari memberikan kontribusinya
untuk dakwah Rp 1.000 atau dua jam dari waktunya atau satu gagasannya. Sehingga
apa yang ia berikan dapat terukur. Untuk dapat membiasakannya bila perlu
memberikan sanksi jika meninggalkan kebiasaan tersebut. Seperti Umar
menyumbangkan kebunnya karena tidak shalat berjamaah. Ibnu Umar memperpanjang
shalatnya bila tidak berjamaah. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam.
mengerjakan shalat dhuha 12 rakaat bila meninggalkan qiyamullail.
Kedua, meningkatkan kemampuan visualisasi terhadap
balasan dan ganjaran dunia dan akhirat. Apalagi balasan yang dijanjikan-Nya
sangat besar, Allah Subahanahu Wa Ta’ala. akan memberikan kedudukan yang kokoh
di dunia atas segala kontribusi yang diberikan (An-Nuur: 55). Allah Subahanahu
Wa Ta’ala. juga memandang mulia orang yang berkorban, bahkan derajatnya
ditinggikan dari orang yang lainnya (An-Nisaa’: 95). Keyakinan akan balasan dan
ganjaran yang diberikan akan memudahkan orang akan menyumbangkan apa saja yang
dimilikinya.
Ketiga,
selalu bercermin pada orang lain dalam berkorban. Orang beriman akan menjadi
cermin bagi yang lainnya. Dengan senantiasa melihat apa yang dilakukan yang
lain. Paling tidak dapat memberikan dorongan untuk melakukan seperti yang
dilakukan orang lain. Tidak jarang para sahabat berlomba-lomba untuk melakukan
kebaikan lantaran bercermin dari sahabat lainnya.
Keempat, selalu meyakini bahwa setiap pengorbanan yang diberikan akan
memberikan manfaat yang sangat besar baik bagi dirinya ataupun yang lain. Keyakinan
yang demikian akan mendorong untuk selalu berbuat. Sebab, betapa banyaknya
orang yang dapat menikmati atau mengambil faedah dari apa yang kita lakukan. Sebagaimana
ditemukan sebuah penelitian, para pekerja pembuat obat di pabrik tidak jadi
melakukan mogok kerja karena mereka melihat langsung bahwa banyak pasien di
rumah sakit yang sangat membutuhkan obat yang mereka buat.
Kelima,
senantiasa berdoa pada Allah Subahanahu Wa Ta’ala. agar dimudahkan untuk selalu
berkorban. Karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala. pemilik hati orang beriman
sehingga dengan berdoa diharapkan hati kita senantiasa berada di barisan
terdepan untuk memberikan kontribusi bagi kemenangan dakwah. Dengan berdoa
dapat bertahan untuk memperjuangkan dakwah hingga akhir hayat kita.
“Ceriterakanlah kepada mereka
kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya
mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua
(Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku
pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban)
dari orang-orang yang bertakwa”. (Al-Maidah: 27)
Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar